Filosofi Sebuah Hadiah

Suatu hari, ada seorang ibu yang berjanji kepada anaknya untuk menghadiahkan x-box apabila sangn anak meraih peringkat pertama di sekolah. Singkat cerita sang anak memperoleh rangking pertama dan dibelikanlah x-box tersebut. Karena keasyikan main, sang anak jadi lupa waktu dan menyebabkan nilainya merosot. Akhirnya sang ibu menyita x-box tersebut dengan pertimbangan supaya sang anak dapat belajar lagi dan memperoleh peringkat yang bagus dikelas. Kemudian sang anak belajar dari kejadian itu dan mengatur waktu agar tetap bisa bermain dan juga belajar. Sang ibu akhirnya memberikan kembali x-box tersebut dikarenakan sang anak sudah dapat menggunakan x-box tersebut dengan bijak.


Cerita pendek tadi merupakan analogi sederhana mengenai “hadiah” yang Allah berikan selama di dunia. Seluruh nikmat yang kita rasakan adalah “‘hadiah” yang Allah berikan untuk kita. Nikmat itu dapat berupa nikmat sehat, kekayaan, orangtua, suami/istri, anak, dsb. Terkadang kita terlalu memegang erat “hadiah” tersebut padahal “hadiah” tersebut dapat sewaktu-waktu diambil oleh pemilikNya. Pertanyaan selanjutnya adalah Kenapa Allah ngambil balik “hadiah”nya sih? Allah mengambil lagi “hadiah” tersebut dikarenakan berbagai alasan.  Pertama, mungkin kita belum mengunakan “hadiah” itu dengan  bijak sehingga menurut pertimbangan Allah kita belum layak diberikan ”hadiah” tersebut. Contoh: ketika kita diberikan kekayaan lalu kita menjadi sombong dan seketika Allah mencabut nikmat berupa harta tersebut karena kita belum dapat menggunakan harta tersebut dengan bijak. Kedua, itu adalah semacam test case yang Allah berikan untuk menguji seberapa kita tenggelam di dalam duniawi.

Lalu pertanyaan selanjutnya, setelah diambil apakah “hadiah” itu akan dikembalikan lagi?.  Allah pasti akan mengembalikan “hadiah” tersebut. Tapi entah hal yang sama atau bahkan lebih baik dari yang sebelumnya. Contoh: Allah memberi musibah perceraian pada sepasang suami istri. Setelah mereka bercerai, akhirnya sang suami dan sang istri menikah lagi dengan seseorang yang lain. suami/istri kedua tersebut adalah “hadiah” yang Allah berikan lagi setelah Allah mencabut "hadiah” sebelumnya dan ternyata suami/istri kedua dari masing-masing suami istri tersebut adalah yang terbaik menurut Allah.

Oleh karena itu, jangan kita simpan “hadiah” tersebut didalam hati kita. Simpanlah didalam tangan kita karena sewaktu-waktu “hadiah” tersebut bisa saja diambil oleh Allah. “hadiah” yang disimpan di hati akan menyebabkan kesedihan dan sakit hati yang berkepanjangan. Percayalah, Allah akan mengganti  “hadiah” tersebut dengan hal sama atau dengan yang lebih baik menurutNya. Allah tidak pernah ingkar janji.

0 comments:

Post a Comment

 

Blogger news

Blogroll

About

i'm just an ordinary woman and a long life lerner and having a relationship with food